Newest Post

// Posted by :Kyou // On :Senin, 16 September 2013

A. Sejarah Perkembangan Puisi di
Indonesia

Puisi adalah kasusteraan yang paling tua. Sejak dahulu, berpuisi adalah cara kuno dalam masyarakat, atau pada waktu tersebut di sebut mantra. Dalam masyarakat Jawa terdapat tradisi nembang Jawa, lirik puisi yang dilagukan. Biasanya, nembang didendangkan pada acara-acara sakral dan penting. Selain lirik puisi yang ditembangkan, juga bisa menggunakan kisah cerita, seperti kisah Raden Panji, Dewi Nawang Wulan, Jaka Tingkir, dan lainnya. Puisi tidak hanya dilagukan untuk mengisahkan cerita, namun, puisi juga dapat dijadikan dialog-dialog dalam pementasan ludruk, ketoprak, drama tradisional Jawa, atau orang Sumatra Barat menyebutnya Randai. Puisi tak hanya indah kata-katanya, melainkan juga isinya yang mengandung petuah, nasihat, dan pesan untuk pendengar.

Dalam perkembangan puisi di Indonesia, dikenal dengan berbagai jenis tipografi dan model puisi yang
menunjukkan perkembangan struktur puisi tersebut. Ciri struktur puisi dari jaman ke jaman tidak hanya ditandai dengan struktur fisik, tetapi juga oleh struktur makna atau tematiknya.

Berikut perkembangan puisi di Indonesia, mulai dari angkatan balai pustaka, hingga puisi jaman
sekarang:
 1. Balai Pustaka
Pada angkatan ini, puisi masih berupa mantra, pantun, dan syair, yang merupakan puisi
terikat.
- Mantra, jenis puisi tertua yang terdapat di dalam kesusastraan daerah di seluruh Indonesia.
- Pantun dan Syair, puisi lama yang struktur tematik atau struktur makna dikemukkan menurut aturan jenis pantun atau syair, dalam hal ini, pantun dan syair masih berupa puisi terikat.

2. Pujangga Baru (1933-1945)
Jika pada angkatan balai pustaka penulisan puisi masih banyak dipengaruhi oleh puisi lama, maka pada angkatan Pujangga Baru diciptakan puisi baru, yang melepaskan ikatan-ikatan puisi lama. Sehingga
munculnya jenis-jenis puisi baru, yaitu : distichon (2 baris), tersina (3 baris), quartrin (4 baris), quint (5 baris), sextet (6 baris), septima (7 baris), oktaf (8 baris), soneta (14 baris). Dalam periode ini terdapat beberapa julukan untuk penyair Indonesia, seperti Amir Hamzah sebagai Raja Penyair Pujangga Baru, dan ia disebut oleh H.B. Jassin sebagai Penyair Dewa Irama. J.E. Tatengkeng disebut sebagai Penyair Api Nasionalisme, dan sebagainya. Para penyair yang dapat dikategorikan masuk dalam periode Pujangga Baru adalah :
Amir Hamzah, Sutan Takdir, Alisyahbana, Armijn Pane, Jan Engel Tatengkeng, Asmara Hadi, dll.

3. Angkatan 45 (1945-1953)
Jika pada periode sebelumnya melakukan pembaharuan terhadap bentuk puisi, pada periode ini dilakukan
perubahan menyeluruh. Bentuk puisi soneta, tersina, dan sebagainya tidak dipergunakan lagi. Dasar
angkatan 45 ini adalah adanya ‘Surat Keperecayaan Gelanggang’, yang isinya sebuah pernyataan bahwa sebagai ahli waris seniman Indonesia tidak akan memberi kata ikatan untuk kebudayaan Indonesia, dan menentang segala yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.
Mereka menginginkan penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang.
Angkatan 45 memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. puisi memiliki struktur bebas
2. kebanyakan beraliran ekspresionisme dan realisme
3. diksi mengungkapkan pengalaman batin penyair
4. menggunakan bahasa sehari-hari
5. banyak puisi bergaya sinisme dan ironi
6. dikemukakan permasalahan kemasyarakatan, dan kemanusiaan
Penyair yang dapat diktegorikan pada periode ini adalah Chairil Anwar, Sitor Situmorang, Harjadi S. Hartowardojo, dll.

4. Periode 1953-1961
Jika pada angkatan 45 yang menyuarakan kemerdekaan,  semangat perjuangan dan patriotisme, maka pada periode ini membicaraka masalah kemasyarakatan yangmenyangkut warna kedaerahan. Sifat revolusioner
yang berapi-api, mulai merada. Mulai banyaknya puisi beraliran romantik da kedaerahan dengan gaya
penceritaan balada. Puisi pad periode ini banyak yang mengungkapkan subkultur, suasana muram, masalah sosial, cerita rakyat dan mitos. Ciri yang menonjol pada periode ini adalah munculnya
politik dalam sastra, sehinggalahirnya LKN, LEKRA, LESBUMI LKK, dan sebagainya.
Ciri khas puisi pada periode ini adalah :
1. Bergaya epic (bercerita)
2. Gaya mantra mulai dimasukkan dalam balada
3. Gaya repetisi dan retori semakin berkembang
4. Banyak digambarka suasana muram penuh derita
5. Menerapkan masalah social, kemiskinan
6. Dasar penciptaan balada dari dongeng kepercayaan
Para penyair yang dapat digolongkan dalam periode ini adalah Willibrordus Surendra (W.S Rendra), Ramadhan Karta Hadimaja, Toto Sudarto Bachtiar, dll.

5. Angkatan 66 (1963-1970)
Masa ini didominasi oleh sajak demonstrasi atau sajak protes yang dibaca untuk mengobarkan semangat para pemuda dalam aksi demonstrasi, seperti pada tahun 1966 ketika sedang terjadi demonstrasi para
pelajar dan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Lama. Penyair seperti Taufiq Ismail dan Rendra,
membacakan sajak protes mereka didepan para pemuda. Untuk mengobarkan semangat aktivitas kreatis angkatan 66, mulai munculah fasilitas- fasilitas sastra. Fasilitas tersebut antara lain, munculnya majalah Horison (1966), Budaja Djaja (1968, dan dibangunnya Taman Isail Maruki (TIM), yang menjadi pusat kebudayaan. Pada periode ini berkembang dua aliran besar puisi. Aliran pertama adalah aliran neo- romantisme yang menegaskan sepi sebagai perlawanan yang bersifat metafisis, atas dunia. Penyair yang menganut aliran ini adalah Goenawan Mohammad, Sapardi Djoko Darmono, dan Abdul Hadu W.M. Aliran yang kedua adalah aliran intelektualisme, aliran yang menekankan pada pengamatan kritis tentang dunia dan pengalaman pribadi. Penyair yang yang beraliran intelektualisme adalah Subagio Sastrowardoyo dan Toety
Heraty. Penyair yang termasuk dalam angkatan 66 adalah Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Darmono, Linus Surjadi A.G., dll.

6. Puisi Kontemporer (1970 – sekarang)
Pada periode ini puisi disebut puisi kontemporer, puisi yang muncul pada masa kini dengan bentuk dan gaya yang tidak mengikuti kaidah puisi pada umumnya, dan memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan puisi lainnya. Dalam puisi kontemporer, salah satu yang penting adalah adanya eksplorasi sejumlah kemungkinan baru, antara lain penjungkirbalikan kata-kata baru dan penciptaan idiom-idiom baru. Pada puisi kontemporer bertema protes, humanisme, religius, perjuangan, dan kritik sosial. Puisi kontemporer bergaya seperti mantra,
menggunakan majas, bertipografi baru dengan banyak asosiasi bunyi,dan banyaknya penggunaan ka dari bahasa daerah yang menunjukkan kedaerahaannya. Dalam dunia perpuisisan kontemporer, Sutardji mengebangakan puisi-puisi baru, dan mengiprovisasi puisinya. Hal ini terlihat pada sajak Sutardji ‘O, Amuk,
Kapak’. Yang termasuk penyair kontemporer adalah Sutardji Colzoum Bahri, Emha Ainun Najib, Sapardi Djoko Darmono, dll.

B. Pengertian Puisi
Secara etimologi kata puisi berasal dari bahasa Yunani ‘poema’ yang berarti membuat, ‘poesis’ yang berarti pembuat pembangun, atau pembentuk. Di Inggris puisi disebut poem atau poetry yang artinya tak jauh berbeda dengan to make atau to create, sehingga pernah lama sekali di Inggris puisi disebut maker. Puisi diartikan sebagai pembangun, pembentuk atau pembuat, karena memang pada dasarnya dengan mencipta sebuah puisi maka seorang penyair telah membangun, membuat, atau membentuk sebuah dunia baru, secara lahir maupun batin (Tjahyono, 1988: 50).

Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.

Samuel Taylor Coleridg mengemukakan puisi adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.

Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama.

Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.

Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Dari beberapa pendapat tersebut dapat dirumuskan bahwa puisi adalah bentuk karangan kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan mengekspresikan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama secara imajinatif, dengan menggunakan unsur musikal yang rapi, padu dan harmonis sehingga terwujud keindahan. Jadi puisi adalah cara yang paling indah, impresif dan yang paling efektif dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.

C. Unsur-unsur Pembangun Puisi
Puisi terdiri atas dua unsur pokok yakni struktur fisik dan struktur batin (Waluyo, 1991 : 29).
1. Struktur Fisik Puisi
Struktur fisik puisi adalah unsur pembangun puisi dari luar (Waluyo, 1991:71).

1. Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Secara umum makna kata
dalam puisi digolongkan menjadi dua makna; konotasi dan denotasi. Makna denotasi artinya makna yang
menunjuk pada arti sebenarnya dalam kamus, sedangkan makna denotasi artinya kata yang memiliki kemungkinan makna lebih dari satu (Waluyo, 1991: 73). Namun dalam puisi (karya sastra) sebuah kata tidak hanya mengandung makna denotasi saja (Pradopo, 1990:59). Hendaknya disadari bahwa kata dalam puisi lebih bersifat konotatif artinya memiliki kemungkinan makna yang lebih dari satu. Dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana yang diusahakan secermat dan seteliti mungkin, dengan mempertimbangkan arti sekecil- kecilnya baik makna denotatif, maupun makna konotatif, sehingga mampu mempengaruhi imajinasi pembacanya.

2. Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-
akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. Imaji bisa muncul pada diri
seseorang, apabila seseorang itu mau memikirkan dan mengimajinasikan sesuatu yang dibacanya melalui perasaan. Sebab semua manusia mengalami dan melihat apa yang ada di dunia ini melalui perasaannya. Jika kita pergi ke tepi pantai, kita melihat air laut dan pasir putih. Kita merasakan asinnya air garam. Kita merasakan panasnya matahari di kepala kita dan pasir panas di telapak kaki kita. Kita mendengar deburan ombak, kita dapat merasakan dinginnya, asinnya air laut. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa kita
menikmati semuanya itu melalui pengalaman yang ada pada rasa kita. Jika kita kehilangan atau kekurangan rasa itu, semua hal di atas tidak akan dapat kita rasakan dan nikmati (Situmorang, 1981: 87).

3. Kata Konkret
kata konkret sendiri ialah kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama tetapi secara konotatif tidak sama karena disesuaikan dengan kondisi dan situasi pemakainya. Jadi yang dimaksud konkret adalah kata yang dapat menyarankan kepada arti yang menyeluruh, dengan demikian pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa, keadaan, maupun sesuatu yang digambarkan penyair sehingga pembaca dapat memahami arti puisi

4. Bahasa Figuratif
Yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/ meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu
(Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa kias yang biasa terdapat dalam puisi :
1) Perbandingan/perumpamaan(simile)
2) Metafora, Bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, laksana dan sebagainya.
3) Personifikasi, Kiasan ini mempersamakan benda dengan manusia.
4) Hiperbola, Kiasan yang berlebih-lebihan.
5) Metonimia, dalam bahasa Indonesia sering disebut kiasan pengganti nama
6) Sinekdoki (Syneadoche), Bahasa kiasan yang menyebutkan sesuatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri. Sinekdoke ada dua macam :
- Pars Prototo : sebagian untukkeseluruhan
- Totum Proparte : keseluruhanuntuk sebagian (Pradopo, 1990: 78).
7) Allegori, Cerita kiasan ataupun lukisan kiasan.

5. Versifikasi, terdiri dari rima, ritma dan metrum.
1) Rima, yaitu pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalisasi atau orkestrasi sehingga puisi menjadi menarik untuk dibaca.
2) Ritma, Pertentangan bunyi, tinggi rendah, panjang pendek, keras lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan (Waluyo, 1991:94).
3) Metrum, Perulangan kata yang tetap bersifat statis (Waluyo, 1991:94). Nama metrum didapati dalam puisi sastra lama. Pengertian metrum menurut Pradopo adalah irama yang tetap, pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu (Pradopo, 1990: 40).

6. Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/ meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu.

7. Tipografi, susunan penulisan dalam puisi (Pradopo,
1990:210). Struktur fisik puisi membentuk tipografi yang khas puisi. Tiprografi puisi merupakan bentuk visual yang bisa memberi makna tambahan dan bentuknya bisa didapati pada jenis puisi konkret. Tipografi bentuknya bermacam-macam antara lain berbentuk grafis, kaligrafi, kerucut dan sebagainya. Jadi tipografi
memberikan ciri khas puisi.

2. Struktur Batin Puisi
a. Tema, merupakan gagasan pokok atau subject matter yang dikemukakan penyair (Waluyo, 1991:106).
b. Perasaan (Feeling), merupakan sikap penyair terhadap pokok persoalan yang ditampilkannya.
c. Nada dan Suasana. Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca berkenaan dengan pokok persoalan yang dikemukakan dalam puisiny (Tjahyono, 1988:71). Suasana adalah keadaan jiwa pembaca (sikap pembaca) setelah membaca puisi, atyau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi terhadap pembaca (Waluyo, 1991:71).
d. Amanat adalah maksud yang hendak disampaikan atau himbauan,pesan, tujuan yang hendak disampaikan penyair melalui puisinya.

D. Membaca Puisi
Membaca puisi merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengapresiasi atau menghargai, menghayati, dan menikmatinya. Dalam pembacaan puisi perlu diperhatikan lafal, tekanan/stres, intonasi, volume suara, dan penampilan/performa yang mencakup gaya dan sikap (untuk pembacaan yang disaksikan
langsung atau di atas panggung). Lafal adalah cara seseorang mengucapkan atau menuturkan bunyi bahasa. Jika lafal seseorang baik, maka bunyi bahasa yang diucapkannya akan mudah dan jelas ditangkap oleh pendengar. Tekanan/stres/aksen adalah keras lembutnya pengucapan kata, kalimat, atau baris dalam puisi. Maksud adanya aksentuasi adalah untuk menegaskan bagian-bagian yang dirasa lebih penting daripada
bagian lain. Intonasi atau lagu kalimat adalah ketepatan tinggi rendah nada dalam pembacaan puisi sehingga suara pembaca tidak monoton tetapi berirama. Intonasi sebenarnya merupakan gabungan dari berbagai unsur, di antaranya nada, tempo, irama/ritme, tekanan, dan volume suara.

contoh puisi karya Chairil Anwar

PUISI KEHIDUPAN



Hari hari lewat, pelan tapi pasti
Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru
Karena aku akan membuka lembaran baru
Untuk sisa jatah umurku yang baru
Daun gugur satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Umurku bertambah satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Tapi… coba aku tengok kebelakang
Ternyata aku masih banyak berhutang
Ya, berhutang pada diriku
Karena ibadahku masih pas-pasan
Kuraba dahiku
Astagfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk
Kutimbang keinginanku….
Hmm… masih lebih besar duniawiku
Ya Allah
Akankah aku masih bertemu tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Akankah aku masih merasakan rasa ini pada tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Masihkah aku diberi kesempatan?
Ya Allah….
Tetes airmataku adalah tanda kelemahanku
Rasa sedih yang mendalam adalah penyesalanku
Astagfirullah…
Jika Engkau ijinkan hamba bertemu tahun depan
Ijinkan hambaMU ini, mulai hari ini lebih khusyuk dalam ibadah…
Timbangan dunia dan akhirat hamba seimbang…
Sehingga hamba bisa sempurna sebagai khalifahMu…
Hamba sangat ingin melihat wajahMu di sana…
Hamba sangat ingin melihat senyumMu di sana…
Ya Allah,
Ijikanlah



sumber:
Susastra 6 Jurnal Ilmu Sastra Dan Budaya, Volume 3, Nomor 6, 2007, HISKI 
 http://duniasastraku18.blogspot.com/p/materi-tentang-puisi.html
 http://hedishttp://tersedot.blogspot.com/2012/10/kumpulan-puisi-karya-chairil-anwar.htmlasrawan.blogspot.com/2012/08/materi-tentang-puisi.html


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Diberdayakan oleh Blogger.

// Copyright © Starlight //Anime-Note//Powered by Blogger // Designed by Johanes Djogan //